Beliau pun melanjutkan sharingya yang berkaitan dengan ini. Suatu ketika beliau mengajar disebuah pemukiman desa, disana anak-anak sangat ketinggalan dalam hal belajar. Setelah melihat kondisi keadaan masyarakat serta lingkungan, beliau bersama-sama melakukan uji coba unutuk membuat kurikulum sendiri. Dan uniknya kurikulum tersebut dibuat berdasarkan sebuah lagu. Wuihh, suasana pun mulai hening karena tertegun akan apa yang beliau ucapkan tadi. Tau lagu “Cublek-cublek Suweng”? orang dipulau jawa sebagian besar akan mengerti, kalau ga ngerti kebangetan itu namanya, coba search di Google. Semua mata pun memandang beliau dengan penuh kecurigaan, bagaimana bisa sebuah lagu menjadi dasar atas sebuah kurikulum unutk pendidikan?. Mmmm, kira-kira seperti ini. Disaat kita memainkan tersebut kita melatih sensor motoric, dan itu berlangsung selama 6 minggu. Setelah habis mereka tetap menggunakan lagu lagi. Wahh, bener-bener unik ini :D. Sekarang lagu mentok(angsa), yahh admin sih kurang tau tentang lagu yang satu ini. Beliau bercerita dalam lagu tersebut kita diajari untuk berhitung. Mmmm, hampir sama dengan “Anak ayam, tek-kotek-kotek-kotek” kalau ga tau lagi search lagi aja lalu streaming videonya. Setelah kegiatan itu berlangsung beliau pun pulang, selang beberapa bulan beliau pun terkejut dengan apa yang terjadi disana. Anak-anak yang belajar disana yang sudah di SD mampu bersaing dengan anak lainnya yang berada dikota. Wooww, hebat-hebat. Sebelumnya beliau seperti studi banding dengan kegiatan yang serupa. Tetapi beliau mendapatkan bahwa pengajar yang kebetulan berstatus magang disana mengajarkan dengan bahasa inggris. “Wahh, hebat ngajar pake bahasa inggris. Ya pasti senang anak-anak” ucap beliau sambil tertawa. “Apakah para anak itu mengerti dengan pelajaran disana yang menggunakan bahasa asing?”, “Jelas tidak” ujar beliau”. Anak-anak disana hanya senang dengan cara mengajar dengan bahasa inggris, sedangkan para pengajar mengajarkan dengan gaya belajar setingkat mereka. Beliau pun mulai dengan pengalaman hidupnya sampai ada sebuah kalimat yang menarik buat saya “Ketika kita ingin menjadi sepertinya kita harus menurunkan level kita”. Binggungkah? Kita akan contohkan. Kalau kita bersama anak-anak maka kita harus menurunkan level kita setingkat dengan mereka. Level yang dimaksud ada berbagai macam, seperti ego, ucapan, serta tindakan. Kenapa begitu? Kita ilustrasikan sebagai berikut Ada sebuah gelas yang dimana isi gelas tersebut sudah pada bibir gelas. Dan suatu ketika kita ingin suatu hal baru tanpa kita sadari isi gelas itupun penuh sampai tumpah-tumpah. Bagaimana jika kita mengosongkan isi gelas terbut dan menyisakannya setengah gelas atau bahkan kosong. Tidak akan tumpahkan? Jika diisi dengan beberapa air. Memang itulah sifat dasar manusia yaitu ego. Kembali ke topik, setelah itu para pengajar itu pun mengeluh tentang sikap anak-anak yang tidak bisa diatur, bahkan mereka meminta gaji kepada kepala atasan mereka. Itulah kenapa kita harus mengubah cara mengajar kita kepada para murid atau anak-anak. Beliau pun berkata “Siapa yang mengajari kita?” beliau menjawab “Alam semesta”. Setelah itu beliaupun menutup pada sesi ini dengan mempraktekkan semua teori yang sudah beliau bahas. “M..A..M..A.., MAMA”, “M..A..M..A..,“ para pendengar menjawab “MAMA”, “M..A..“ “M..A.., MAMA”, “Wahh pada pinter semua” ucap beliau dengan tertawanya yang khas.

0 komentar:

Post a Comment

 
Top
.